Tafkhim (تَفْخِيْمُ) merupakan masdar
dari fakhkhama (فَخَّمَ) yang berarti menebalkan. Sedang yang dimaksud
dengan bacaan tafkhim adalah membunyikan huruf-huruf tertentu dengan
suara atau bacaan tebal.
Pada pengertian itu dapat disimpulkan,
bahwa bacaan-bacaan tafkhim itu menebalkan huruf tertentu dengan cara
mengucapkan huruf tertentu dengan cara mengucapkan huruf di bibir
(mulut) dengan menjorokkan ke depan (bahasa Jawa mecucu), bacaan tafkhim
kadang-kadang disebut sebagai isim maf’ul mufakhkhamah (مُفَخَّمَةٌ).
Tarqiq (تَرْقِيْقٌ) merupakan bentuk
masdar dari roqqoqo (رَقَّقَ) yang berarti menipiskan.
Sedang yang dimaksud dengan bacaan tarqiq adalah membunyikan huruf-huruf
tertentu dengan suara atau bacaan tipis.
Pada pengertian itu tampak, bahwa tarqiq
menghendaki adanya bacaan yang tipis dengan cara mengucapkan hurur di
bibir (mulut) agak mundur sedikit dan tmpak agak meringis. Bacaan tarqiq
kadang-kadang disebut sebagai isim maf’ulnya, yakni muraqqoqoh
(مُرَقَّقَةٌ).
Huruf hijaiyah yang wajib dibaca tafkhim
terdapat tujuh huruf, yaitu huruf isti’la yang berkumpul pada kalimat:
خُصَّ ضَغْطِ قِظْ, kesemuanya harus dibaca tebal.
Contoh:
اُدْ خُلُوْهَا، وَالصَّآفَّاتِ، غَاسِقٍ، فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ، وَالطَّيِّبُوْنَ، فَالْحَقُّ اَقُوْلُ.
Selain ketujuh huruf tersebut harus dibaca tarqiq, kecuali huruf lam dan ra, yang mempunyai ketentuan sendiri.
Pertama, huruf lam tetap dibaca tafkhim
jika berada pada lafal jalalah (لَفْظُ الْجَلاَلَةِ), yakni lam yang
terdapat pada lafal: dengan syarat agar lam itu didahului tanda baca
fathah atau dammah.
Contoh:
صَلاَةُ اللهِ، سَلاَمُ اللهِ، سُبْحَانَ اللهِ، شَهِدَ اللهُ.
Kedua, ra wajib dibaca tafkhim (tebal) apabila:- Ra bertanda baca fathah. Contoh:
رَحْمَةَ اللهِ، حَشَرَةٌ، اَلرَّحِيْمِ، اَلْفُقَرَآءَ
- Ra bertanda baca dammah. Contoh:
اَ ْلاَخْيَارُ، كَفَرُوْا، اُذْكُرُوا اللهَ، رُفِعَتْ
- Ra bertanda sukun (mati), sedang huruf di belakangnya berupa huruf yang difathah. Contoh:
مَرْحَبًا، نَرْزُقُكُمْ، مَرْيَمُ، قَرْيَةٍ
- Ra bertanda suku, sedang huruf di belakangnya berupa huruf yang didammah. Contoh:
ذُرِّيَّةً، قُرْبَةً، عُرْيَانًا، حُرْمَةً
- Ra yang bertanda baca sukun, sedang huruf di belakangnya berupa huruf yang dikasrah, namun kasrah ini bukan asli tetapi baru datang. Contoh:
اِرْجِعِيْ، اِرْحَمْ، اِرْجِعُوْا، اَمِ ارْتَابُوْا
- Ra bertanda baca sukun, sedang huruf di belakangnya berharakat kasrah asli dan sesudah ra bertemu dengan huruf isti’la (حَرْفُ اِسْتِعْلاَءٍ) yang terdapat tujuh huruf yang terkumpul pada kalimat: خُصَّ ضَغْطٍ قِظْ
يَرْضَاهُ، فُرْقَةٌ، لَبِالْمِرْصَادِ، قِرْطَاسٌ
C. Bacaan Tarqiq
Pertama, huruf lam dibacan tarqiq
(tipis), jika huruf lam berada dalam lam jalalah yang didahului huruf
yang bertanda baca kasrah. Contoh:
اَلْحَمْدُ ِللهِ، بِاللهِ، مِنْ عِنْدِ اللهِ، بِسْمِ اللهِ
Semua lam yang tidak berada pada lafal jalalah sebagaimana dijelaskan di atas, maka harus dibaca tarqiq (tipis).
Contoh:
لَيَعْلَمُوْنَ، اِلَى اْلاِبِلِ، مِنَ الْعِلْمِ، كَلاَّ لَوْتَعْلَمُوْنَ عِلْمَ الْيَقِيْنِ، بَكُلِّ آيَةٍ
Kedua, huruf ra wajib dibaca tarqiq (tipis) jika:- Huruf ra bertanda baca kasrah.
رِضْوَانٌ، مَعْرِفَةٌ، رِجْسٌ، سَنُقْرِئُكَ
- Huruf ra bertanda baca hidup yang jatuh setelah ya mati atau huruf lien.
اَلْكَبِيْرُ، مِنْ خَيْرٍ، اَلْبَصِيْرُ، لَخَبِيْرٌ
- Huruf ra mati dan sebelumnya ada huruf yang berharakat kasrah asli, sedang sesudah ra bukan huruf isti’la.
شِرْكٌ، اَاَنْذَرْتَهُمْ، فِرْعَوْنَ، لَشِرْذِمَةٌ